Defenisi Kecantikan yang Independen dan Berlandaskan Budaya
Dalam moment International Women’s Day kali ini yang jatuh pada
tanggal Tanggal 8 Maret 2023, banyak hal yang terjadi dari kerja – kerja
perempuan untuk mengambil bagian dalam posisi – posisi strategis, seperti
mengisi posisi Legislatif, Eksekutif maupun Yudikatif. Banyak perjungan –
perjuangan untuk menuntut kesetaraan dan hak – hak perempuan yang harusnya
menjadi dasar dan harus diberikan bagi seorang perempuan tanpa perjungan. Kaum
perempuan adalah bangsa yang sangat perlu mendapat perlindungan dan hak – hak
istimewa. Perempuan adalah penentu maju mundurnya sebuah bangsa, jika kaum
perempuan dalam sebuah bangsa tidak diperhatikan maka, suatu bangsa akan
terancam bubar. Ada perempuan maka ada kehidupan, tanpa perempuan cerda maka,
akan lahir generasi tidak memiliki kecerdasan. Jika ibu cerdas, maka anak yang
akan dilahirkanpun akan cerdar.
Seluruh perempuan di seantero Dunia merayakan
International Women’s Day, termasuk perempuan yang mendiami Pulau Paling Barat
Melanesya ini. Perempuan Melanesya yang mendiami Pulau Papua, sejak Tahun 1961 hingga hari ini masih terus memperjungkan hak – haknya. Penindasan yang terjadi kepada kaum perempuan bermacam-macam, Begitu pula dengan perempuan Papua, yang terus - menerus berjuang menghadapai beban ganda yang menindih dari berbagai aspek. Perempuan
Papua tidak hanya melawan penindasan yang datang dari dirinya sendiri, dari orang
sekitar tetapi juga Budaya, dan yang harus ia perjuangkan adalah persamaan hak
dengan wanita melayu atau wanita berkulit putih.
Perempuan Papua saat ini sedang berjuang untuk
mendapatkan keadilan dalam defenisi kecantikan yang dibuat secara sepihak atau dibuat tidak secara independen. Dengan defenisi
yang salah perempuan Papua mengalami banyak diskriminasi. Diskriminasi itu
datang dari lingkungan Sosial, Keluarga dan Diri sendiri. Ia berjuang keras
untuk melawan stigma – stigma negative yang datang dari lingkungannya. Cantik
harus berkulit Putih, Cantik harus berrambut lurus, hitam tak pantas menduduki
jabatan tinggi, tanpa makeup perempuan dikatakan kampungan dan ketinggalan
zaman. Banyak stigma yang harus ia lawan, sampai stigma itu merubah pandangan kaum laki-laki mereka. Banyak laki –laki Papua yang lari untuk mendapatkan atau
memenuhi tuntutan yang di bentuk oleh defenisi yang salah dengan mengawini
perempuan Ras lain.
Tahun 2001 ketika Undang –Undang Otsus disahkan
untuk meredam tuntutan merdeka orang Papua, banyak program yang dibuat lebih
khusus program perekrutan tentanta dan polisi jalur Otsus, program yang
dilakukan tidak lain yaitu untuk mengindonesiakan atau memelayukan anak – anak Papua,
hal ini tidak hanya sukses memelayukan anak – anak Papua tetapi juga merubah
persepsi mereka tentang calon istri yang pantas bersanding dengan mereka. Dengan
berpakaian Polisi dan Tentara mereka merasa pantas berpose dengan wanita
berkulit putih agar terlihat kejakartaan dan agar tidak terlihat kampungan. Sayang
nasib perempuan Papua, Perempuan dengan kandungan berkat. Mereka ditinggalkan dan
karena sudah tidak ada lagi laki – laki Papua yang layak untuknya maka
Perempuan Papua pun melakukan hal yang sama, yaitu mencari yang penting laki –
laki yang bisa bertanggung jawab untuk dirinya maka ia akan pergi mengawini entah Suku Melayu atau dari suku manapun.
Generasi Papua terancam punah karena pemahaman
anak – anak Papua yang didesain oleh segelintir orang dengan niat besar menghancurkan anak-anak negeri. Defenisi yang salah menghancurkan
arah hidup Perempuan Zaman ini. Demi mempercantik diri sesuai dengan hukum tidak tertulis yang di sahkan dilingkungan masyarakat, perempuan Papua rela melakukan apapun,
meluruskan rambut, mengecat kuku, memutihkan wajah dengan kosmetik obat sampai
suntik pemutih, dan juga sulam alis, bibir dan lain sebagainnya. Pengaruh defenisi yang
salah menghancurkan perempuan Papua. Mereka lupa bahwa, produk yang mereka
gunakan aman atau tidak untuk kulit mereka dan yang penting mereka lupa
bahwa mereka sedang hidup dalam penjajahan ekonomi untuk itu produk yang mereka gunakan
dan diinpor ke dalam Papua belum tentu baik untuk mereka, banyak produk yang dibuat untuk keuntungan pasar tetapi tidak memperhatikan kualitas dari produk yang ada . Tetapi sayang perempuan
di negeri ini banyak yang berpikir instan dan tidak memiliki rasa ingin tahu
dalam dirinya, sehingga iklan pruduk yang dikeluarkan langsung di order tanpa
memperhatikan evek yang akan di timbulkan dari produk itu.
Generasi Papua di ambang pemusnakan, Pemusnahan
ras karena proses Genosida dan juga Kasus pelanggaran HAM yang terus terjadi di
atas negeri ini tetapi juga hilangnya warna asli dan jenis rambut. Jika hal ini
terus dibiarkan maka tidak akan ada lagi perempuan Papua yang terlihat bangga
dengan warna kulitnyan yang hitam dan bentuk rembut keritingnya.
Hal terpenting yang harus dilakukan saat ini adalah mengampanyekan tentang pemberantasan defenisi yang salah tentang kecantikan di bumi Papua. Cantik itu datang dari kepercayaan diri seorang Perempuan, cantik dimiliki oleh mereka yang bangga dengan ciptaan Tuhan atas dirinya. Perempuan Papua dilahirkan dengan kulit hitam dan rambut keriting, menjadi pembeda bagi bangsa - bangsa, dan menjadi keunikan tersendiri yang patut dibanggakan. Apa gunanya merubah warna kulit menjadi putih tetapi selalu menerima kritikan orang dan menelan semunya tanpa mencerna?. Jika defenisi cantik berdasarkan apa yang orang lain lihat, maka tak ada ujungnya kita merubah, karena mata orang hanya fokus pada satu titik dari 90 persen kecantikan yang dimiliki mereka akan berusaha mencari satu titik kelemahan untuk menjastifikasi kita dari titik itu. Tetaplah menjadi diri sendiri dan bangga dengan Ciptaan Tuhan bagi kita.
Hari ini menjadi tugas semua Perempuan Papua untuk mengedukasi sesama Perempuan Papua tentang defenisi kecantikan yang independen dan berlandaskan budaya setempat, serta membangkitkan rasa cinta akan jati diri. Hilangnya kebangga jati diri maka hilang pula arah hidup generasi Papua yang mendiami Negeri Emas yang Penuh dengan susu dan Madu serta Manusia yang Berambut Keriting dan Berkulit Hitam.
Jangan sampai nanti pulau ini akan di kenang suatu hari nanti bahwa, perna hidup di tanah ini, manusia berkulit Hitam dan berambut Keriting. Pernyataan ini akan keluar ketika defenisi ini dianggap kebenaran dan merubah sikap generasi Papua. Hingga puncak dari semua ini, generasi Papua akan mempertanyakan pencipta” Mengapa mereka diciptakan dengan kulit hitam dan berambut keriting sehingga menjadi bahan ejekan bangsa-bangsa dan akhinya merubah warna kulinya karena malu.
Berbangga dirilah Karena Kamu adalah Penyempurnaan dari Warna yang lain.
" Hitam itu Unik"
A.N.