Curahan Isi Hati Mama Yohana
Nama saya Yohana, saya lahir di Papua wilayah Kepala Burung. Saya mempunyai seorang suami bernama Benyamin dan seorang anak. Pembayaran maskawin di sana, ialah bahwa ketika kami kedapan berhubungan, maka akan diadakan pertemuan adat untuk memutuskan hubungan kami, apakah, kawin atau tidak?. itulah budaya kami, sehingga sayapun dituntut untuk masuk pertemuan adat ketika bertemu dengan Benyami. ketika keputusan pada pertemuan adat maka keluarga memutuskan saya untuk kawin. setelah itu saya langsung diminang oleh keluarga Benyamin. Ketika prosesi peminangan, saya diminang dengan banyak harta dikarenakan keluarga Benyamin telah mengetahui bahwa saya adalah anak adat pula. Prosesi adat di wilayak kepala burung terkadang proses pembayarannya dilakukan sesuai dengan standar yang dimiliki oleh keluarga wanita. Dengan banyak harta benda dari pihak keluarga Benyamin saya diminang , setelah itu dilanjutkan dengan proses Pernikahan dan pembayaran maskawi. Setelah semua proses adat berakhir saya langsung dibawah oleh Benyamin dan keluarganya untuk memulai pengapdian saya kepada suami dan keluarga baru saya.
Ketika kami hidup bersama, saya dituntut untuk memiliki keturunan dan saya pun memenuhinya, dan ketika anak itu lahir, anak itu langsung dibuatkan prosesi adat yaitu “ potong pusat ” yang akan diserahkan langsung kepada orang tua saya begitupun selanjutnya jika saya dikaruniai lagi anak maka proses itu akan terus dijalankan.
Begitu banyak proses adat yang dilalui oleh seorang laki-laki adat di tanah Papua, jika dirinya telah siap untuk membentuk rumah tangga baru. Karena beratnya proses adat yang dilakukan oleh keluarga pihak laki-laki, terkadang itu menjadi alasan untuk Si suami menerapkan budaya patriarki kepada istrinya. Budaya patriarki ini tidak datang dari suami saja tetapi terkadang datang dari pihak keluarga suami. Mereka merasa bahwa mereka telah mengeluarkan banyak harta dan sudah sepantasnya menantu mereka melayani mereka dengan baik.
Ketika saya hidup bersama suami saya, saya berusaha untuk menjaga nama baik keluarga saya dengan menjalankan semua tugas saya sebagai seorang istri dengan baik. Terkadang semua prosesi adat yang dilakukan tidak sebanding tanggung jawab yang akan dipikul seorang istri seumur hidupnya. Terkadang setiap saat saya selalu melakukan rutinitas yang sama, seperti bangun paling awal untuk menyediakan makan untuk suami dan keluarganya, membereskan rumah, memandikan anak, menyiapkan bekal untuk kemudian akan dibawah ke kebun. Ketika di kebun saya tidak bisa duduk-duduk saja, saya harus bisa mencari tempat untuk menidurkan anak saya, agar saya dapat membantu suami saya bekerja, jika anak saya tidak ingin tidur terpaksa saya harus menggendongnya dipunggung kemudia membantu suami saya bekerja, ketika jam maka siang tiba saya harus menyediakan makan untuk suami dan anak saya, setelah itu saya boleh makan, setelah makan saya langsung membersikan sisa makanan dan kemudia kembali bekerja membantu suami saya. Ketika semua tanggung jawab selesai kami akan mengambil bekal di kebun yang sudah siap panen untuk makan malam, ketika selesai kami akan langsung pulang, tetapi semua hasil kebun akan masuk di noken saya dan saya akan memikul sambil menggendong anak saya didepan. Sesampainya di rumah saya tidak dapat beristirahat tetapi segera mengolah makan malam, memandikan anak dan menyediakan makan malam untuk keluarga. Setelah semua telah siap saya dapat membersihkan diri dan makan malam dan kemudia membujuk anak saya untuk tidur agar sayapun bisa tidur untuk menghilangkan semua kepenatan saat bekerja disiang hari. jika anak saya telah tertidur saya sangat bersyukur, jika tidak terpaksa saya harus menahan kantuk saya walau saya begitu lelah. Proses ini terus saya alami selama saya hidup dengannya. Dan ini bisa dianggap sebagai rutinitas wajib setiap saat.
Dalam rutinitas saya, terkadang tidak ada waktu bagi saya untuk sedikit bersantai untuk kemudian mengurus diri sendiri atau mempercantik diri. Karena banyaknya tanggung jawab itu membuat saya terlihat sangat kusam dan tidak terlihat menawan sebagai seorang istri. Terkadang orang lain menilai saya bahwa saya bukan perempuan yang baik dikarenakan tak mempu mempercantik diriku, saya terlalu sibuk mengurus semua yang terbaik untuk keluargaku hingga lupa yang terbaik untuk diri saya sendiri. Ketika orang lain menilai saya dengan semua yang saya lakukan, terkadang saya berusaha untuk tetap berfikir positif bahwa mereka berbicara seperti itu karena mereka tidak mengetahui dengan pasti apa yang sesungguhnya terjadi dalam keluarga saya dan apa yang telah saya alami dan mengapa saya seperti itu. Saya tidak pernah memusingkan apa kata mereka, yang saya tahu, saya sedang berusaha menjadi yang terbaik untuk keluarga saya, dan berusaha memenuhi tanggung jawab adat yang diberikan saat prosesi pembayaran maskawi. Memang tidak mudah menjadi perempuan adat ketika kita dihargai dengan adat maka kita harus sebaliknya menghargai adat itu dengan menjaga kepercayaan yang diberikan oleh adat kepada kita.
Akibat dari melanggar adat ada sangsinya bagi setiap orang yang melanggarnya. Maka saya tetap bertahan dan berusaha menjadi yang terbaik untuk keluarga saya terlebih, saya akan berusaha sekuat tenaga agar mampu mendidik anak-anak saya agar tidak lagi mengalami apa yang saya alami tetapi dikemudian hari anak-anak saya dapat menjadi pengambil kebijakan dalam kalangan masyarakat terutama anak-anak perempuan saya. Semua yang saya alami biar saya yang alami, tetapi jangan itu terjadi juga kepada anak cucu saya. Saya menginginkan ada kesetaraan gender dan terciptanya kerja sama yang baik dalam keluarga anak-anak saya kelak, sehingga sistim patriarki yang dibentuk dari adat tidak terjadi lagi bagi generasi saya kedepannya.
Tidak ada yang salah dari adat, adat adalah salah satu pagar yang dapat melindungi keutuhan keluarga. Dengan banyaknya harta benda yang dikeluarkan seorang perempuan akan sangat berhati-hati dalam melayani keluarganya dan begitupun dengan suami, akan sangat rugi ketika dia berfikir untuk memiliki istri lagi. Karena budaya orang kami jika suami berfikir untuk menghianati istrinya maka dia sudah harus menyiapkan harta lagi untuk perempuan barunya dan membayar nama baik dari istri pertamannya dan begitupun sebaliknya. Sehingga bagiku adat sangat berperan penting dalam menjaga keutuhan perkawinan, tetapi budaya patriarki yang ditanamkan oleh laki-laki kepada perempuan itu yang salah. Dalam hubungan keluarga ketika didalamnya ada kerja sama yang baik, maka di dalam keluarga itu, akan ada banyak kebahagiaan di dalamnya. Ketika kerja sama itu tercipta tidak ada pihak yang merasa dirugikan dan merasa menderita, dengan begitu suami istri akan saling melayani satu sama lain dan sudah pasti banyak pekerjaan akan sangat cepat terselesaikan dan banyak kebahagiaan akan tercipta didalamnya atau proses kesetaraan ketika ditaman Eden itu akan dinikmati lagi.
Sudah cukup saya menanggung semunnya, saya akan tetap pada focus saya tanpa memusingkan semua yang dikatakan orang tentang saya. Saya hanya ingin semua yang terjadi di dalam hidup saya tidak terjadi lagi untuk anak-anak dan generasi saya selanjutnya. Saya ingin menciptakan situasi Eden untuk keluarga dan anak-anak saya, dengan menanamkan banyak didikan yang baik dan mengarahkan mereka serta membuka wawasan berfikir mereka tentang adat dan budaya patriarki dan terlebih lagi pengenalan akan Tuhan Sang Pemberi Pertumbuhan kepada mereka anak-anak saya..
itu harapan Saya!!
Sekian